Sepakbola Kroasia, Identitas Bangsa Hingga Generasi Emas

Sepakbola Kroasia, Identitas Bangsa Hingga Generasi Emas

Sepakbola Kroasia, Identitas Bangsa Hingga Generasi Emas

Kekalahan Kroasia atas Argentina pada semifinal Piala Dunia 2022 menjadi akhir dari perjalanan menakjubkan Kroasia beberapa tahun belakang, terkhusus di gelaran piala dunia. Dalam dua edisi terakhir piala dunia, Kroasia selalu masuk ke empat besar, bahkan pada Piala Dunia 2018 mereka menjadi runner-up turnamen akbar tersebut.

Dalam kancah sepakbola nasional, Kroasia bukanlah negara yang kuat dan tidak dianggap sebagai raksasa sepakbola. Kroasia selalu mendapatkan label underdog karena prestasi mereka yang sebenarnya biasa-biasa saja. Namun, beberapa tahun belakang agaknya Kroasia tidak bisa dipandang sebelah mata dengan melihat prestasinya selama ini, walaupun dengan tanpa gelar juara.

Pengembangan Pemain Muda

Berbicara mengenai generasi emas, setidaknya Kroasia mempunyai dua periode keemasan mereka. Pertama saat Piala Dunia 1998 dan kedua adalah generasi saat ini. Sebenarnya generasi emas mereka ini hampir mirip dengan prinsip pengembangan sepakbola Belgia dengan generasi emas mereka.

Federasi Sepakbola Kroasia (HNS) dalam membangun sepakbola dimulai dari pembibitan pemain muda. Penekanannya ada apa kreativitas mereka di lapangan. Hal ini kemudian mereka ejawantahkan ke sistem bermain kelompok anak usia dini.

Konsepnya adalah ketika anak usia muda misalnya kelompok umur 12 tahun memainkan pertandingan, mereka akan bermain di lapangan yang cenderung lebih kecil dengan jumlah pemain yang lebih sedikit pula, dimulai dari 6 lawan 6, 7 lawan 7, 8 lawan 8 dan seterusnya.

Dengan bermain pada lapangan yang lebih kecil, anak-anak dituntun untuk mengembangkan kreativitas mereka di lapangan. Hal ini terbukti dengan banyaknya pemain nomor 10 di Kroasia.

Vatroslav Mihacik, seorang Profesor sepakbola di Kroasia mengatakan: โ€œJulukan kami adalah Brasilnya Eropa karena gaya permainan kami.ย Kondisi di Kroasia jauh lebih buruk daripada di Inggris di mana Anda memiliki fasilitas yang lebih baik, lapangan yang lebih baik, ahli nutrisi dan fisiologi, dan sebagainya.ย Tapi kami kreatif.ย Kreativitas adalah faktor penentu dalam menumbuhkan pemain yang bagusโ€.

Namun, dalam segi infrastruktur dan pengembangan sepakbola mereka masih minim. Bahkan mereka cenderung tidak memiliki visi misi yang jelas. Berbeda halnya dengan apa yang dilakukan Michael Sablon di Belgia atau Jepang dengan Visi 100 tahun mereka.

Agaknya para pesepakbola Kroasia memang terlahir secara genetik. Sebab selama ini mereka hanya bergantung kepada satu klub, Dinamo Zagreb dalam produksi pemain. Sebab, hanya Zagreb-lah yang mempunyai pengembangan akademi pemain muda paling bagus di Kroasia.

Sepakbola Sebagai Identitas

Kroasia mempunya latar belakang dan cerita yang kelam ketika mereka mulai berdiri sebagai sebuah negara. Kerap kali mereka dihadapi dengan segala masalah politik, perang hingga ekonomi yang membuat keadaan disana selalu tidak stabil. Pemain legenda mereka, Boban dan Modric pun pernah mengalami situasi perang yang sedemikian rupa.

Namun, bagi sebagian besar masyarakat Kroasia, sepakbola merupakan elemen penting dalam membangun sebuah identitas negara. Bahkan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, sepakbola berada di tingkatan yang lebih tinggi. Mereka bahkan menjadikan sepakbola sebagai alat pemersatu bangsa.

Presiden pertama Kroasia, Franjo Tudjman mengatakan bahwa atlet sepakbola adalah duta negara. Tudjman kemudian menjadi seorang yang berjasa bagi sepakbola Kroasia melalu jalur politiknya di luar lapangan. berbeda halnya dengan Boban yang berjuang lewat dalam lapangan.

Tentunya aksi fenomenal Boban adalah ketika dirinya berusaha melindungi suporter Dinamo Zagreb bernama Bruno Sirok dengan menendang seorang polisi. Kejadian itu berlangsung ketika Zagreb melawan Red Star Belgrade di stadion Maksimir, 13 Mei 1990. Saat itu terliat kericuhan antara kelompok suporter Bad Blue Boys (Dinamo Zagreb) dan Delije (Red Star Belgrade).

Sepakbola Kroasia, Identitas Bangsa Hingga Generasi Emas
Boban menendang polisi pada pertandingan Dinamo Zagreb melawan Red Star Belgrade, Mei 1990 | Sumber: Through The Turnstiles

Akibat dari kelakuannya tersebut, Boban dihukum larangan bermain selama 6 bulan dan tidak ikut berpartisipasi dalam Piala Dunia 1990. Namun, Boban berhasil membuktikan kehebatannya di lapangan ketika dirinya menjadi kapten Kroasia pada Piala Dunia 1998 dan mengantarkan mereka menjadi juara ketiga.

Generasi Emas Pertama

Dalam sejarah Kroasia di Piala Dunia, capaian terbaik mereka adalah Piala Dunia 2018 yang mana saat itu mereka menjadi runner-up. Namun jauh sebelum itu, Kroasia mempunyai sekelompok tim yang dicap sebagai generasi emas pertama mereka. Tepatnya pada Piala Dunia 1998.

Saat itu, Vatreni (julukan Kroasia)ย berangkat ke Prancis sebagai nagara debutan di piala dunia. Mereka diperkuat Zvonimir Boban, Robert Jarni, Mario Stanic, hingga Davor Suker. Dibawah asuhan Miroslav Blazevic, mereka tergabung di grup bersama Jamaika, Jepang dan Argentina.

Mereka berhasil lolos dengan torehan dua kali kemenangan dan sekali kalah. Selanjutnya di babak 16 besar mereka berhasil menumbangkan Rumania dengan 1-0. Pada babak perempat final, secara mengejutkan mereka membantai habis Jerman dengan skor 3-0. Hal ini membuat mereka melaju ke semifinal.

Namun sayang, pada semifinal mereka harus takluk dari Prancis sang tuan rumah dengan skor tipis 2-1. Di akhir turnamen, Prancis-lah yang pada akhirnya menjadi juara. Namun di babak perebutan tempat ketiga, mereka berhasil mengalahkan Belanda dengan 2-1.

Hasil tersebut membuat Kroasia menjadi negara debutan yang fenomenal dengan meraih juara ketiga dalam Piala Duni 1998. Salah satu bintang Kroasia yaitu Davor Suker juga berhasil menyabet gelar top skor dengan torehan 6 golnya selama turnamen.

Sepakbola Kroasia, Identitas Bangsa Hingga Generasi Emas
Davor Suker top skor Piala Dunia 1998 Prancis | Sumber: FIFA

Generasi Emas Kedua

Berbekal sejarah mereka di 1998, 20 tahun berselang mereka kembali melakukan hal fenomenal. Saat itu mereka dihiasi pemain bertabur bintang macam Luka Modriฤ‡, Marcelo Brozoviฤ‡, Ivan Periลกiฤ‡, Ivan Rakitic hingga Mario Mandzukic.

Pada fase grup mereka berhasil menyapu bersih semua laga dengan 3 kemenangan atas Argentina, Nigeria dan Islandia. Saat babak 16 besar, mereka berhasil mengalahkan Denmark melalui adu penalti. Pada perempat final, lewat adu penalti juga mereka mengalahkan Rusia. Dan di babak semifinal mereka mengalahkan Inggris melalui babak perpanjangan waktu.

Namun sayang, di final mereka di taklukan Prancis 4-2. Hal ini membuat mereka hanya puas menepati posisi runner-up. Akan tetapi hal tersebut merupakan sebuah rekor tersendiri bagi mereka. Sebab, capaian tersebut menjadi capaian tersukses mereka sejak 1998 yang saat itu menjadi juara ketiga.

Maju ke masa sekarang, Piala Dunia 2022 menjadi ajang pembuktian mereka lagi. Sebab, mereka sanggup berjalan hingga semifinal sebelum akhirnya dikalahkan Argentina dini hari tadi.

Bermodalkan skuat yang hampir sama dari 4 tahun sebelumnya, mereka sanggup melesat dari fase grup dengan koleksi satu kemenangan atas Kanada dan dua kali imbang atas Maroko dan Belgia.

Pada babak 16 besar, lewat jalur andalan mereka yaitu adu penalti, mereka berhasil mengalahkan Jepang. Sama halnya dengan babak sebelumnya, pada perempat final mereka menumbangkan Brazil lewat adu penalti juga. Namun sayang, mereka harus kalah atas Argentina di semifinal dengan skor telak 3-0.

Sepakbola Kroasia, Identitas Bangsa Hingga Generasi Emas
Sumber: YouTube FIFA

***

Cerita tersebut merupakan sebuah dongeng yang kelak akan melegenda bagi rakyat Kroasia. Walaupun umur mereka yang terhitung muda akibat dari pecahnya Yugoslavia, mereka sanggup membuktikan kepada dunia bahwa mereka adalah negara yang patut diperhitungkan di kancah dunia.

Keberhasilan Kroasia melaju sampai sekarang merupakan gabungan dari latar belakang kelam, semangat nasionalisme serta kreativitas dari individu pemain. Kroasia bukanlah negara biasa-biasa saja, mereka mewarisi talenta sepakbola Yugoslavia yang disebut sebagai Brazil-nya Eropa.

Tabik!


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *