Revolusi Sepakbola Jerman Melalui Pembinaan dan Sekolah

Revolusi Sepakbola Jerman Melalui Pembinaan dan Sekolah

Revolusi Sepakbola Jerman Melalui Pembinaan dan Sekolah

Belakangan ini, kita tentu sangat familier dengan tim nasional Jerman atau para pemain berkewarganegaraan Jerman yang terkenal. Bahkan klub-klub di Jerman pun sudah banyak yang menjadi tim besar di kancah kompetisi Eropa. Banyak juga pemain-pemain yang diorbitkan dari klub-klub Jerman.

Bahkan, pemain muda pun untuk mendapatkan jam terbang tinggi memilih berkiprah di Bundesliga dari pada di Inggris, Spanyol ataupun Italia. Sebab, mereka bisa mendapatkan pembinaan pemain muda yang cukup dari klub-klub disana yang cenderung lebih mengandalkan pembinaan pemain muda.

Tentu kita tak asing bagaimana Haaland yang digdaya di Dortmund hingga matang kemudian baru berlabuh ke Manchester City. Atau sekarang ada Jude Bellingham yang diumur belia sudah menggendong tim Dortmund. Kalau lebih jauh lagi ada Kevin de Bruyne yang โ€˜dibuangโ€™ Chelsea kemudian diasah oleh Wolfsburg sebelum akhirnya menjadi pemain bintang di Manchester City.

Tentu hal seperti itu tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada sebab dan alasan kenapa Jerman bisa sangat ramah terhadap pembinaan pemain muda dan mematangkan pemain. Hal ini bermula ketika Piala Eropa tahun 2000.

Kegagalan Jerman

Der Panzer mempunyai masa kejayaan mereka pada tahun 1990an. Ketika itu, Jerman menjadi juara dunia 1990, menjadi finalis Piala Eropa 1992 dan juara pada 1996. Sebelumnya juga Jerman menjadi finalis di Piala Dunia 1982 dan 1986.

Saat itu Der Panzer menggunakan tipe permainan yang mengandalkan kekuatan fisik, daya tahan dan disiplin. Gaya ini sering disebut sebagai staying power. Main tak perlu canting, yang penting bisa menang. Memang agak pragmatis saat itu.

Revolusi Sepakbola Jerman Melalui Pembinaan dan Sekolah
Sumber: The42

Namun, semua berubah ketika Piala Eropa 2000. Der Panzer hanya mendapatkan 1 poin di fase grup dan menjadi juru kunci di grup tersebut. Hal itu membuat mereka tersingkir. Mereka juga gagal di Piala Dunia 2002 serta hanya sampai di babak grup Piala Eropa 2004.

Hal itu membuat DFB (PSSI-nya Jerman) membuat sebuah gebrakan dan merevolusi sepakbola Jerman. Mereka menunjuk Juergen Klinsmann dan Joachim Loew sebagai pelatih kepala dan asistennya.

Pembinaan Pemain Muda

Ditangan Klinsmann, ia melalukan perombakan dengan membuat cetak biru dengan menghubungkan tim nasional dengan liga. Sebab tim nasional yang baik berasal dari liga yang baik juga.

Hal pertama yang dilakukan adalah pembibitan pemain di level klub. Setiap klub yang ada di divisi 1 dan 2 liga Jerman diwajibkan membangun akademi pembinaan pemain muda dengan menggunakan standar yang sebelumnya telah ditentukan. Hal ini guna memfasilitasi pemain muda untuk berkembang lebih baik lagi.

Hal kedua yang dilakukan adalah mengubah identitas dan filosofi bermain. Jika sebelumnya Jerman menggunakan staying power dengan mengedepankan kekuatan dan daya tahan. Maka kali ini DFB mengadakan workshop guna menentukan filosofi bermain.

Dalam workshop tersebut, mereka diminta untuk menggambarkan tiga hal. Pertama, permainan apa yang mereka inginkan. Kedua, cara bermain seperti apa yang mereka inginkan untuk dilihat seluruh dunia. Dan ketiga, cara bermain seperti apa yang mereka inginkan untuk dilihat orang Jerman.

Dari bahan workshop tersebut Klinsmann kemudian menyusun kurikulum dengan skema dan taktik baru. Kemudian lahirlah Jerman baru dengan gaya permainan yang sekarang ini. Bermain menyerang dengan cepat dan proaktif.

Dari luar lapangan, DFB menekankan manajemen klub serta kompetisinya. Klub harus sehat dengan mendapatkan revenue yang besar. Selain itu ada juga aturan yang masih berlaku untuk kepemilikan klub dengan 50+1 tidak boleh individu mempunyai klub sebab hak itu milik suporter agar pengendalian klub juga bisa dikontrol oleh suporter sendiri. Kalaupun ada hanya klub yang sudah dimiliki lebih dari 20 tahun sebelum tahun 1999.

Revolusi tersebut akhirnya membuahkan hasil di beberapa tahun setelahnya. Klub-klub Jerman mulai menunjukkan taringnya di kompetisi Eropa seperti Bayern Munchen, Dortmund, Leipzig hingga yang terbaru Frankfurt.

Di level tim nasional pun demikian. Keberhasilan revolusi ini berdampak dengan Der Panzer yang berhasil menjadi juara dunia pada Piala Dunia 2014 di Brazil. Bahkan saat itu Der Panzer mempermalukan habis Brazil dengan skor yang sangat-sangat telak 7-1 di depan ribuan suporter Brazil.

Revolusi Sepakbola Jerman Melalui Pembinaan dan Sekolah
Sumber: Bundesliga

Sekolah Kepelatihan

Kecemerlangan Klinsmann dan Klopp juga merupakan hasil dari usaha yang di petik Jerman sejak lama. Jerman memiliki sekolah kepelatihan yang di sebut Hennes-Weisweiler-Akademie atau orang Jerman menyebutnya die Akademie.

Revolusi Sepakbola Jerman Melalui Pembinaan dan Sekolah
Sumber: helmut-kalthoff-stiftung

Sekolah itu sudah lama berdiri, tepatnya pada 1947, tepat 16 tahun sebelum liga profesional Jerman berdiri.

Sekolah ini unik dan luar biasa, kalau dalam standar FIFA, guna mendapatkan lisensi UEFA Pro mereka harus menempuh pendidikan minimal 240 jam. Sedangkan di die Akademie, mereka harus menempuh pendidikan selama 815 jam!

Belum lagi setelah itu mereka diharuskan magang di klub Bundesliga dan wajib menyusun makalah 15 lembar terkait filosofi sepakbola mereka. Baru setelah itu mereka lulus dan akan mendapatkan gelar Fussball-lehrer (Guru Sepakbola) yang setara dengan lisensi UEFA Pro.

***

Itulah beberapa hal yang Jerman tanam dimasa dahulu sehingga mereka bisa memetik hasilnya sekarang. Dimulai dari pemuatan sekolah khusus kepelatihan dengan metode yang unik dan menarik sampai pada akhirnya mereka bisa merevolusi seluruh elemen sepakbola di Jerman.

Dari mulai pembinaan usia muda, manajemen klub, manajemen liga, filosofi bermain hingga akhirnya bisa mendapatkan yang terbaik di tim nasional. Sebab mereka adalah Jerman di atas segalanya, segalanya yang ada di dunia. “Deutchland, Deutschland uber alles”.

Tabik!


Posted

in

,

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *